Menemukan kembali diri sendiri

Tantangan Diri di Zaman Kepuasan

Kehidupan tradisional masyarakat tidak berubah karena nilai-nilai masyarakat berubah, melainkan nilai-nilai masyarakat berubah karena kehidupan masyarakat berubah.

– Franz Magnis-Suseno
Penyebab Diri Selalu Tidak Puas

Akhir-akhir ini saya mengamati fenomena ‘ketidakpuasan’ yang terjadi di lingkungan saya, baik dari media sosial maupun dari penglihatan langsung.

Banyak dari kaum muda merasa tidak percaya diri dengan apa yang mereka miliki, misalnya ketika mereka melihat temannya telah menikah, memiliki usaha yang cemerlang, atau mendapatkan pendidikan yang lebih baik dari dirinya. Hal ini dikarenakan kita seringkali menjadikan ‘kesuksesan’ orang lain menjadi taraf hidup ‘bahagia’ yang harus kita kejar.

Mengapa demikian? Bisa jadi penyebab terjadinya hal itu adalah keluarga kita, media sosial, omongan tetangga, yang menjadikan kita terburu-buru dalam mengejar ‘tujuan diri’ dan kebahagiaan. Terlepas dari itu semua, budaya masyarakat konsumen global juga memaksa kita melakukan penggeseran dalam mengejar tujuan hidup. Prilaku budaya tersebut merangsang kita untuk terus merasakan kebutuhan baru.

Misalnya, dalam sebuah kasus ada dua orang sahabat, Dea dan Riko, sangat harmonis pertemanannya. Sejak kecil mereka selalu bersama, bahkan dalam sekolah pun selama 12 tahun mereka di tempat yang sama. Suatu ketika Dea baru saja diterima masuk Universitas ternama skala nasional, sedangkan Riko hanya bisa masuk Universitas yang menurutnya biasa-biasa saja. Kejadian itu membuat Riko ‘memaksakan’ dirinya untuk bisa masuk ke Universitas yang tidak kalah bergengsi dengan yang Dea masuki. Singkat cerita Riko terus mengejar apa yang Dea miliki menjadi tujuan hidupnya. Ini salah satu contoh bentuk budaya masyarakat konsumen global yang menjadikan kita selalu mengejar kepuasan tanpa memikirkan apa yang kita butuhkan melainkan mengejar apa yang kita inginkan.

Belajar Mengembalikan Tujuan Diri

Seperti kutipan perkataan dari Franz Magnis-Suseno di awal yang saya tulis “Kehidupan tradisional masyarakat tidak berubah karena nilai-nilai masyarakat berubah, melainkan nilai-nilai masyarakat berubah karena kehidupan masyarakat berubah.” Perkataan ini perlu kita renungkan. Orang kota bisa jadi akan berpikiran indahnya hidup orang-orang yang ada di desa, sedangkan orang desa juga bisa berpikiran sebaliknya. Dalam momen-momen tertentu bisa saja ketidakpuasan mendatangi kita, sehingga kita iri dengan pencapaian hidup orang lain miliki. Lantas bagaimana cara kita agar bisa terhindar dari itu?

Dalam bertani orang tua zaman dahulu selalu menyediakan dua alternatif bibit untuk mengakali musim hama. Misalnya, musim hama palawija maka mereka akan menanam padi sehingga matilah hama palawija tersebut, dan musim hama padi maka mereka akan menanam palawija sehingga matilah hama padi itu. Ini dilakukan sebagai cara mereka mengendalikan hama dengan langsung memutus siklus hama tersebut. Begitu juga dalam tujuan diri kita. Kita harus memutus secara langsung ketidakpuasan yang menghampiri kita dengan sadar.

Misalnya, ketika teman kamu baru saja menikah sedangkan kamu dengan umur yang terbilang cukup belum juga menikah. Omongan tetangga, teman-teman, bahkan keluarga seringkali merusak kesadaran kamu hingga membuat kamu depresi dan terburu-buru mengejar hal tersebut. Kamu harus mengendalikan pencapaian yang telah orang lain dapatkan dengan menyadari bahwa hal tersebut akan tercapai jika kamu sudah siap untuk mendapatkannya, dan jika kamu memang benar-benar sudah membutuhkannya.

Dengan sadar akan apa yang kamu butuhkan maka kamu akan terhindar dari keinginan-keinginan yang hanya memuaskan nafsu belaka. Kesadaran ini penting, mengingat dapat mengembalikan kita ke tujuan diri kita semula. Bisa saja tujuan diri kamu sekarang bukan untuk menikah, melainkan bertualang, menuntut ilmu, bersantai ria, atau mendapatkan karir yang cemerlang. Dengan memutus ketidakpuasan yang menghampiri diri kita secara sadar, maka tujuan diri kamu akan kembali seperti semula, kamu pun juga akan menjadi lebih tenang dan fokus dengan apa yang kamu butuhkan. Orang lain bisa saja membutuhkan kepuasan rohani, kepuasan pengakuan, kepuasan harta atau yang lainnya. Tetapi kamu harus ingat, bahwa menjadi diri kita sendiri adalah jalan yang terbaik. Karena dengan menjadi diri sendiri kamu akan lebih mudah dalam mencapai tujuan diri yang kamu butuhkan dan menjadi lebih bahagia.

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments